Banner 1

Banner 2

Kamis, 11 September 2014

Burung-burung Manyar

Burung-burung Manyar

Pengarang : Y.B. Mangunwijaya
Penerbit : DJAMBATAN
Cetakan : 1993, 260 hlmn

Y.B. Mangunwijaya terlahir di Ambarawa 1929. Lulusan Institut Filsafat dan Teologi "Sancti Pauli", Yogyakarta 1959 & Sekolah Teknik Tinggi Rheinland-Westfahlen, Aachen, Republik Federasi Jerman 1966.

Roman ini ia tulis dengan penuh sensasional. Dari segi bahasa yang terkesan beragam. Campuran yang terdiri Jawa, Indonesia, & Belanda. Antara Kias & Harfiah. Serta ningrat Jawa & Belanda mewarnai setiap alur cerita dari sudut pandang romam ini.

Mengisahkan konflik asmara antara Teto & Atik. Teto Sutadewa yang merupakan buah keturunan campuran antara pribumi 'Brajabasuki' Mangkunegara dengan putri Belanda Verdiland 'Marice' memihak Belanda untuk melawan Jepang melalui bantuan dari mantan ibunya, Verbruggen. Sementara si Atik Larasati memilih pihak Republik, bergabung menjadi sekretaris S. Syahrir membela Ir. Soekarno mempertahankan kemerdekaan dari bandit-bandit penjajah negeri.

Judul dari roman ini berkaitan erat dengan perumpamaan yang sering dipakai oleh tokoh-tokohnya dalam menggambarkan konflik lahir batin yang mereka hadapi. Mereka mempersonifikasikannya dengan burung. Terutama burung Manyar. Bahkan di akhir cerita penulis menyatakan : ... "Ataukah karena aku masih belum berani mengorbankan citra terakhir yang paling indah dari sejarah hidupku, citra Atik ? Ingin kutanyakan itu pada burung-burung manyar. Tetapi sekarang sudah jarang kulihat mereka. "

Suatu kisah yang mengajarkan para pembacanya tentang arti sebuah harga diri, kekeluargaan, persahabatan, jiwa ksatria, & cinta tanah air. Roman berlatar belakang perang tapi menggambarkan pula konflik batin percintaan insani dengan baik. Diwarnai dengan berbagai kiasan majas yang sempurna dalam setiap halaman cerita. Bahkan judul setiap babnya pun memakai majas personifikasi yang baik, sangat sesuai dengan alur kisah yang diceritakan. Hanya saja perpaduan istilah Jawa & Belandanya mungkin dapat membuat pembacanya bingung karena harus sering menengok catatan kakinya.
Dan, yang justru tidak saya sukai adalah akhir kisahnya. Damai tapi menyedihkan !!Bayangkan saja !! Semua konflik sudah selesai tapi seorang tokohnya gugur karena kecelakaan pesawat. Gila .. !!
Tapi biarlah.... !
Untuk bagian akhir saya hanya menilai secara pribadi.


Cocok sekali roman ini dibaca oleh para pengagum sastra yang digentayangi oleh rasa penasaran mereka akan ragam bahasa kesusastraan. Sebab, roman ini memicu keseriusan mereka dalam membaca. Bukan menambah pengetahuan tapi melatih kemampuan mereka menamatkan bacaan. Intinya, membaca roman ini dapat mengajarkan mereka bahwa suatu karya sastra itu biarpun terkesan membosankan karena karena padat sekali bacaannya namun seni sastra yang ada padanya tetaplah indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar